Kekejaman selama kependudukan Jepang di Indonesia telah menimbulkan kesengsaraan. Banyak masyarakat yang menderita saat wilayahnya dikuasai oleh Jepang.
Tindak kekejaman mulai dari penyiksaan, kerja paksa (romusha), pelecehan pada perempuan, hingga pembunuhan menimbulkan kenangan pahit. Hal tersebut mendorong beberapa tindak perlawanan di wilayah-wilayah daerah.
Salah satunya di wilayah Kalimantan, banyak perlawanan dilakukan oleh masyarakat-masyarakat pedalaman yang terhimpit oleh penindasan kerja paksa Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Pang Suma., seorang pemimpin Suku Dayak.
Pang Suma merupakan putra daerah Suku Dayak asal Kecamatan Meliau, Sanggau, Kalimantan Barat. Sebagai pemimpin suku, dia banyak memiliki pengaruh luas hingga kalangan suku-suku lainnya di daerah Tayan, Meliau, dan sekitarnya.
Seperti apa perlawanan yang dilakukan oleh Pang Suma? Begini kisahnya.
Perjuangan Melawan Jepang
Mengutip dari buku Seri Buku Infografis: Pendudukan Jepang di Indonesia karya Sigit Sudibyo dan Humar Sidik, Pang Suma bersama pengikutnya yang sedikit itu menggunakan teknik perang gerilya.
Dengan memanfaatkan keuntungan alam dan rimba belantara, mereka mampu mengalahkan Jepang walaupun banyak mata-mata Jepang yang berkeliaran. Mata-mata tersebut tak lain orang lokal yang tak segan untuk melakukan tindak penculikan, pembunuhan, serta penganiayaan.
Pang Suma juga melakukan perlawanan atas masuknya perusahaan kayu asal Jepang yang berusaha mengeruk kekayaan Kalimantan. Perusahaan tersebut juga melakukan kerja paksa romusha sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat.
Pang Suma, Pendekar yang Ditakuti Jepang
Penyiksaan yang dilakukan oleh Jepang kepada masyarakat Kalimantan, terkenal dengan puncaknya yaitu Peristiwa Mandor Berdarah. Pada peristiwa yang terjadi 28 Juni 1944 itu, terjadi pembunuhan besar-besaran oleh Tokkeitai (polisi militer Jepang).
Dikutip dari buku Peristiwa Mandor Berdarah oleh Syafaruddin Usman, sedikitnya terdapat 1.000 orang dibunuh di Mandor, 240 orang dibunuh di Sungai Durian, dan 100 orang dibunuh di Ketapang. Hal ini memicu perlawanan antifasis jepang. Sehingga pada pertengahan Februari 1945 muncul perlawanan masyarakat Dayak di Nitinan.
Pada 24 Juni 1945, Pertempuran Dayak Desa, dipimpin oleh Pang Suma melawan pasukan Nakatani. Perlawanan ini kerap disebut Perang Dayak Desa karena dilakukan oleh Sub-suku Dayak suku Desa.
Dinamakan perang sebab memang terjadi pertempuran antara pasukan Dayak Desa melawan tentara Jepang. Suatu pertempuran yang mempertemukan kekuatan tradisional melawan tentara Jepang yang modern. Dalam pertempuran tersebut, Letnan Takeo Nakatani tewas dan menyebabkan kegagalan ekspedisi Jepang.
Kegagalan ekspedisi itu cukup menggemparkan pejabat-pejabat Jepang. Mengutip dari catatan Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Barat, Nakatani terkenal sebagai perwira yang cakap dan tanggung ternyata tidak mampu menghadapi rakyat bersenjata sederhana yang tidak mengenal teknik perang modern.
Kematian Pang Suma
Setelah berhasil mengalahkan pimpinan Panglima Jepang, masyarakat Dayak berhasil merebut Meliau pada 30 Juni 1945. Di saat bersamaan, Pang Suma memerintahkan masyarakat dan panglima adat lainnya untuk mempertahankan wilayahnya habis-habisan.
Pada 17 Juli 1945, Pang Suma kembali melawan pasukan Jepang yang ingin kembali menduduki Meliau. Namun, saat baku tembak terjadi, Pang Suma tertembak di pangkal paha sehingga menyulitkan dia berjalan. Selain Pang Suma, terdapat Pang Linggan dan Panglima Ajun yang mendapat luka parah dan tertembak di tempat.
Akhirnya, Pang Suma menyuruh pasukannya untuk segera berpindah dan melanjutkan perjalanan untuk menghindari serangan Jepang. Demikian, Pang Suma meninggal di tempat tidak bisa melanjutkan lagi perlawanannya.
Namun, mimpi Pang Suma untuk mengusir pendudukan Jepang berbuah indah. Kabar kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan hasil dari perjuangan di wilayah-wilayah lainnya sehingga berhasil merebut kedaulatan Indonesia.
selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6994291/kisah-pang-suma-pemimpin-dayak-yang-melawan-jepang.
Comments